2.1 Konsep Bimbingan Konseling
2.1.1 Pengertian
Bimbingan adalah Proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga men-capai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial)”
Bimbingan dan Konseling, “Proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon) dalam rangka mem-bantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya”.
2.1.2 fungsi layanan Bimbingan Dan Konseling
Ø fungsi pemahaman
Memahami Karakteristik/Potensi/Tugas-tugas perkembangan Peserta didik dan membantu mereka untuk memahaminya secara objektif/realistik
Ø fungsi preventif
Memberikan Layanan orien-tasi dan informasi mengenai berbagai aspek kehidupan yg patut dipahami peserta didik agar mereka tercegah dari masalah
Ø fungsi pengembangan
Memberikan Layanan Bimbingan untuk Membantu Peserta didik Mampu Mengembangkan potensi dirinya/Tugas-tugas perkembagannya
Ø fungsi kuratif
Membantu para Peserta didik agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya (pribadi,sosial, belajar,atau karir)
2.1.3 Jenis – jenis Bimbingan dan Konseling
Ø Bimbingan akademik
Bertujuan:
1. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif
3. Memiliki keterampilan belajar yang efektif
4. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan belajar/pendidikan
5. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian
6. Memiliki keterampilan membaca buku
Ø Bimbingan pribadi/sosial
Bertujuan:
1. Mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
2. Memiliki pemahaman ttg irama kehidupan yg bersifat fluktuatif (antara anugrah dan musibah) dan mampu meresponnya dg positif
3. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif
4. Memiliki sikap respek thd diri sendiri
5. Dapat mengelola stress
6. Mampu mengendalikan diri dari perbuatan yang diharamkan agama
7. Memahami perasaan diri dan mampu mengekspresikannya secara wajar
8. Memiliki kemampuan memecahkan masalh
9. Memiliki rasa percaya diri
10. Memiliki mental yang sehat
Ø Bimbingan karier
Bertujuan:
1. Memiliki pemahaman tentang sekolah-sekolah lanjutan
2. Memiliki pemahaman bahwa studi merupakan investasi untuk meraih masa depan
3. Memiliki pemahaman tentang kaitan belajar dengan bekerja
4. Memiliki pemahaman tentang minat dan kemampuan diri yang terkait dengan pekerjaan
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir
6. Memiliki sikap positif terhadap pekerjaan
7. Memiliki sikap optimis dalam menghadapi masa depan
8. Memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuan yang terkait dg pekerjaan
Ø Bimbingan keluarga
Bertujuan:
1. Memiliki sikap pemimpin dalam keluarga
2. Mampu memberdayakan diri secara produktif
3. Mampu menyesuaikan diri dengan norma yang ada dalam keluarga
4. Mampu berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia
2.1.4 Tujuan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling
- Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku
- Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko
- Memiliki kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam mengekspresikan emosi atau dalam memenuhi kebutuhan diri
- Mampu memecahkan masalah secara wajar dan objektif
- Memelihara.nilai-nilai.persahabatan.dan.keharmonisan.dalam berinteraksi dengan orang lain
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau perempuan sebagai dasar dalam kehidupan sosial
- Mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif
- Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan kehidupan yang semakin kompetitif
- Mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai, dan kompetensi yang mendukung pilihan karir
- Meyakini nilai-nilai yg terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yg bermartabat
2.2 KONSEP PASIEN TERMINAL
A. Pengertian
Keadaan Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
Ø Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit
Ø Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis
Ø Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
Ø Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
Ø Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler
Ø Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal
Ø Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
Ø Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
Ø Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun
Ø penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun
Ø Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
Ø Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering
Ø Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier komunikasi
Ø Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :
ü Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
ü Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
ü Mempertahankan harapan
ü Mencapai kenyamanan spiritual
ü Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
ü Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
ü Membantu klien menerima kehilangan
2.3 PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PASIEN TERMINAL
2.3.1 Konsep Bimbingan dan Konseling pada Pasien Terminal
Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.
Pokok – pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien terminal terdiri dari :
a. Peningkatan Kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distress psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga tentang tindakan penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Pemberian kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup pengendalian gejala penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan kenyamanan pada klien.
b. Pemeliharan Kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian besar klien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan klien membuat keputusan.
c. Pencegahan Kesepian dan Isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.
d. Peningkatan Ketenangan Spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat, Klien sering mencari ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai dan keyakinannya. Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Klien mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari anggota keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari perawat dan keluarga.
Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien, membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan pada klien harus diberikan penjelasan, seperti alat Bantu nafas atau pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan pada keluarga.
2.3.2 Prosedur Bimbingan dan Konseling pada pasien terminal
Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau keluarganya, harus ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk evaluasi tindakan perawatan. Bimbingan yang diberikan harus berfokus pada peningkatan kenyamanan dan perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti memberikan bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis, social dan spiritual.
2.4 PELAKSANAAN PERAWATAN LANJUTAN DI RUMAH
2.4.1 Batasan Perawatan Lanjut di Rumah
Penyakit terminal menempatan tuntutan yang besar pada sumber social dan financial. Keluarga mungkin takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit yang dialami keluarga untuk mengatasi kondisi anggota keluarganya yang terminal. Hal ini mencakup lamanya periode menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol, penampilan dan bau yang tidak menyenangkan, sumber koping yang terbatas, dan buruknya hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif perawatan bisa dilaksanakan di rumah, dikenal dengan Perawatan Hospice.
Perawatan Hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien terminal dapat hidup nyaman dan mempertahankan gaya hidup senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Sebagian besar klien dalam program hospice mempunyai waktu hidup 6 bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia tahun 1879, yang kemudian di Inggris, amerika, dan Canada pada tahun 1970-an.
Komponen Perawatan Hospice yaitu:
o Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit
o Control gejala (fisik,fisiologis, sosio-spiritual)
o Pelayanan yang diarahkan dokter.
o Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu yang terdiri dari dokter, perawat, rohaniawan, pekerja sosial, dan konselor.
o Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu.
o Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
o Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah keamatian klien.
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian dari tim.
o Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.
Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengotrol gejala ketimbang pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan .perawatan klien dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien. Upaya diarahkan untuk tetap merawat klien dirumah selama mungkin. Keluarga menjadi pemberi perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan, tim interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang diperlukan untuk mendukung keluarga.
2.4.2 Sistem Rujukan
Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab perawatan. Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk merujuk pasien ke system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan pasien di rumah, system rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat home care dibawah yurisdiksi Registered nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-tugas perawatan yang harus dilaksanakan oleh perawat pelaksana yang telah mempunyai izin (lisenced) dari lembaga berwenang.
Prinsip Delegasi/Rujukan :
o Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat klien
o Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi asuhan yang diberikan, bimbingan dan konseling pasien terminal
o Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang memberi kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana perawat, ada juga yang tidak
o Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada perawat pelaksana untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar asuhan keperawatan
2.4.3 Langkah Perawatan Lanjut di Rumah
Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa perawatan kebersihan diri, perawatan kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi, berpakaian, kemampuan eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan kebersihan, keamanan, kenyamanan dan lingkungan yang tenang. Inti perawatan harus bisa memberikan kenyamanan bagi klien, peningkatan kemandirian, Pencegahan Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar